Peduli MERAPI dari SMAN 6 Yogyakarta

Mohon doa restu-nya , bahwa dari Keluarga Alumni SMAN 6 Yogyakarta dibawah koordinasi teman-teman di Lapangan saat ini
Ada Mas Agung Dewabrata (83), Gapith Widodo (86) , Niken (94) , dan teman-teman di Yogya.

Akan menghibur saudara-saudara kita di lokasi pengungsian di Maguwoharjo

Yang diselenggarakan pada

Hari : Minggu, 14 November 2010
Jam : 17:00 – 21:00
Lokasi : Stadion Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta
Agenda : Silaturrahmi dan Hiburan Rohani untuk menghilangkan kejenuhan , BeTe, stress dan yang penting bisa enjoy di lokasi pengungsian.

Kita akan menghibur dari Band Alumni SMAN6 Yogyakarta
Dengan membawa peralatan, Band, Sound System, Penyanyi, Genset, Panggung dll

Demikian informasi dan silahkan bergabung jika ada di lokasi.

Salam,
Totok Sediyantoro

Catatan Sejarah Letusan Merapi

Djulianto Susantio

JAKARTA – Letusan gunung api merupakan fenomena biasa di Indonesia, tak ubahnya bencana alam seperti halnya gempa bumi, banjir, atau tanah longsor. Saat ini di Indonesia masih terdapat sejumlah gunung api aktif. Yang dinilai paling aktif adalah Gunung Merapi.
Sepanjang sejarahnya, Merapi diperkirakan telah meletus lebih dari 100 kali. Entah sejak kapan Merapi mulai meletus. Namun setelah dikenalnya tradisi tulisan di Indonesia pada abad ke-5, baru pada abad ke-9 ada informasi penting tentang letusan Merapi yang begitu hebat. Sebelumnya, para pakar hanya menduga-duga saja berdasarkan sedimen (lapisan tanah) yang ditimbulkannya.
Ketika itu, kira-kira sebelas abad yang lampau, di Jawa berdiri sebuah kerajaan besar, Mataram (Hindu). Karena pemerintahan Raja Rakai Sumba Dyah Wawa berakhir dengan tiba-tiba, para pakar menghubungkannya dengan letusan Merapi.
Menurut R.W. van Bemmelen dalam bukunya The Geology of Indonesia (1949), letusan itu demikian dahsyat dan mengakibatkan sebagian besar puncak Merapi lenyap, bahkan terjadi pergeseran lapisan tanah ke arah barat daya sehingga terjadi lipatan yang antara lain membentuk Gunung Gendol. Letusan tersebut juga disertai gempa bumi, banjir lahar, serta hujan abu dan batu-batuan yang sangat mengerikan (Sejarah Nasional Indonesia II, 1985, hal. 155).
Bencana alam ini, sebagaimana disebutkan oleh Boechari—seorang arkeolog yang mendalami bidang epigrafi—mungkin merusak ibu kota Medang dan banyak daerah permukiman di Jawa Tengah. Oleh rakyat, bencana ini disebut pralaya atau kehancuran dunia. Bencana hebat itu diperkirakan melanda Mataram pada abad ke-9 hingga ke-10.
Secara tersirat, prasasti Rukam (829 Saka atau 907 Masehi) menyebutkan peresmian desa Rukam oleh Nini Haji Rakryan Sanjiwana karena desa tersebut telah dilanda bencana letusan gunung api. Kemungkinan besar, gunung api yang dimaksud adalah Merapi. Hal ini mengingat prasasti Rukam ditemukan di daerah Temanggung, Jawa Tengah.
Letusan yang hebat konon kembali terjadi pada 1672. Naskah klasik Babad Tanah Jawi mengatakan demikian, “Kala itu berbarengan dengan meletusnya Merapi, suaranya menggelegar menakutkan. Batu-batu besar beradu beterbangan bercampur api. Jika diamati seperti hujan batu. Lahar mengalir kencang di sungai. Banyak desa terkubur dan hancur. Banyak orang desa meninggal, rakyat Mataram ketakutan kena terjang lahar panas dan hujan abu” (Bambang Soelist, 2002).
Akibat letusan itu, langit di atas kerajaan Mataram (Islam) dikabarkan gelap gulita selama 24 jam. Peristiwa tersebut terjadi pada 4 Agustus 1672, ketika kapal Marken milik Belanda sedang berlayar di Samudra Indonesia, di sebelah Selatan Kedu. Letusan Merapi memakan korban 3.000 orang, belum termasuk sawah, ladang, dan harta benda lainnya.

Candi
Seberapa dahsyatnya bencana Merapi dulu kala, antara lain terekam dari jejak penemuan Candi Sambisari (abad ke-8). Candi yang terletak beberapa kilometer dari Candi Prambanan itu ditemukan pada kedalaman sekitar tujuh meter.
Karena bentuknya masih relatif utuh, tentulah orang menafsirkan bukanlah akibat gempa bumi yang menimbunnya, tetapi material gunung api yang menutupinya.
Dari hasil penelitian diketahui material tersebut berasal dari bahan-bahan vulkanik. Dengan demikian jelas letusan Merapi begitu kuat, apalagi kalau dicermati, lokasi Candi Sambisari berada dalam radius belasan kilometer dari Merapi.
Selain Sambisari, candi-candi lain yang pernah menjadi korban Merapi adalah Kajangkoso, Asu, Pendem, Gebang, Morangan, Kedulan, Purwomartani, dan Pacitan. Banyak benda arkeologis juga pernah ditemukan dari sekitar Merapi. Tak dimungkiri, berkali-kali letusan Merapi telah mengubur kota-kota kuno di sekitarnya. Sayang, sampai kini para arkeolog belum pernah menemukan kota-kota kuno itu.
Kendalanya adalah banyak situs sudah tertutup lahan permukiman, perkebunan, dan persawahan penduduk. Karena itu, penelitian situs perkotaan membutuhkan pembiayaan dan waktu sangat besar. Ini karena untuk menemukan situs perkotaan, arkeolog harus melakukan ekskavasi secara horizontal dan bersifat massal.

Penulis adalah arkeolog

http://www.sinarharapan.co.id/berita/0608/03/ipt02.html

Museum Gunung Merapi Diresmikan

Museum Gunung Merapi (MGM) yang dibangun selama empat tahun di di Dusun Banteng, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta diresmikan pada Kamis (1/10).

Museum yang menempati lahan seluas 3,5 hektare dengan luas bangunan 4.470 meter persegi yang terdiri dari dua lantai. Museum patungan pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten itu dimaksudkan sebagai wahana informasi, penelitian, pendidikan, dan wisata tentang kegunungapian.

Dihadiri oleh Kepala Badan Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral R Sukyar mewakili Menteri ESDM, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Departemen ESDM Dr Surono, Asisten I Pemprov DIY Tavip Agus Rayanto, dan Wakil Bupati Sleman Sri Purnomo, museum ini baru dibuka untuk publik mulai pekan depan.

Dalam sambutan yang dibacakan Sukyar, Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro menyebutkan, MGM akan dijadikan sebagai sarana pendidikan masyarakat tentang kegunungapian, juga sebagai upaya mitigasi bencana. Hal itu menjadi sangat penting bagi Indonesia mengingat terdapat 500 gunung berapi di negeri ini, di mana 129 berstatus aktif. Jumlah itu mencakup 13 persen dari total gunung api aktif di dunia.

Sedangkan, Sri Purnomo mengatakan, MGM akan menjadi aset baru yang penting untuk mengembangkan pendidikan dan pariwisata di Sleman. Pada tahun 2010, pengelolaan MGM akan dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sleman. Dijelaskan Ketua Adhoc Pengelola MGM, Singgih Sudibyo SH, setelah diresmikan, operasional MGM diserahkan ke Pemkab Sleman dan saat ini sistem dan penyelenggaraannya sedang digodok, termasuk berapa tiket masuknya.

Museum tersebut berisi diorama Gunung Merapi, foto-foto Gunung Merapi, foto awan panas, batu-batuan Merapi dari berbagai erupsi, foto erupsi Merapi dari tahun 1900 sampai dengan 2007, dan batu Bom Gunung Merapi atau Vulcanic Bomb.

“Bom gunung api ini adalah batuan pijar berdiameter lebih besar 65 mm yang terbentuk dari lontaran material letusan merapi. Terjadi proses pendinginan yang cepat sebelum mencapai permukaan bumi. Bom Gunung api dapat terlontarkan beberapa kilometer dari sumber letusan dan sering menghasilkan bentuk aerodinamis, ” terangnya.

Selain itu, juga dipajang barang-barang milik masyarakat yang tinggal di kawasan wisata Kaliadem, khususnya korban lava panas erupsi Merapi tahun 2006 lalu seperti wajan, panci, piring dan alat masak lainnya. Termasuk sepeda motor korban erupsi Gunung Merapi yang tewas di bunker Kaliadem 14 Juni 2006. [152]
Suara Pembaruan